Hepatitis Masih Mengancam Asia Tenggara
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan dalam 10 tahun mendatang, lebih dari 5 juta orang di negara-negara Asia Tenggara akan meninggal karena virus hepatitis. Diperkirakan 100 juta orang hidup dengan infeksi kronis hepatitis B sementara 30 juta orang lainnya dengan infeksi kronis hepatitis C.
World Hepatitis Day atau Hari Hepatitis Sedunia ditandai tanggal 28 Juli setiap tahun. Di sekitar tanggal ini, berbagai kampanye dilakukan agar masyarakat lebih sadar tentang hepatitis serta penyebabnya.
Hepatitis berarti pembengkakan liver atau hati. Terdapat 7 jenis hepatitis ditandai dengan huruf A hingga G. Ada 4 jenis yang kerap ditemui, yaitu hepatitis A, B, C dan E. Seluruh virus di atas dapat menyebabkan penyakit akut dengan gejala-gejala yang dapat berlangsung beberapa minggu, seperti warna kulit dan mata yang menguning, air seni berwarna gelap, merasa sangat lelah, mual, muntah dan sakit perut.
Karena hepatitis B dan C umumnya tak menimbulkan gejala tertentu, banyak orang tak sadar terkena penyakit tersebut hingga kemudian muncul gejala sirosis atau kanker hati beberapa tahun kemudian. Sekitar 65 persen penderita hepatitis B dan 75 persen penderita hepatitis C tidak tahu mereka terinfeksi.
"Hepatitis viral (yang disebabkan virus) perlu mendapatkan prioritas sumber daya dan upaya. Surveilans yang baik menjadi kunci pengendalian. Imunisasi hepatitis B pada anak semestinya bisa mencakup 95 persen,” demikian disampaikan Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara Dr Samlee Plianbangchang. “Pemeriksaan hepatitis B dan C pada darah dan produk darah semestinya menjadi prosedur standar,” tambahnya.
Hepatitis A dan hepatitis E juga masalah kesehatan serius. Di kawasan Asia Tenggara, setiap tahun terdapat sekitar 12 juta kasus infeksi hepatitis E. Jumlah ini adalah setengah dari beban penyakit hepatitis E di seluruh dunia. Luasnya populasi terinfeksi, apalagi jika menimbulkan wabah, tentu menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Kedua penyakit ini dipercepat penyebarannya melalui makanan dan air di lingkungan yang tidak sehat. Di kebanyakan negara Asia Tenggara, laju pembangunan memicu percepatan urbanisasi. Wilayah perkotaan yang padat adalah lingkungan tepat bagi penyebaran virus hepatitis ini.
“Mutu tes hepatitis di laboratorium pemerintah dan swasta perlu dipantau. Kita perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang risiko hepatitis viral, terutama bagi pekerja kesehatan dan sosial,” sambung Dr Plianbangchang.
Dalam mengatasi problem kesehatan yang penting ini, WHO sedang mengembangkan strategi pencegahan dan pengendalian hepatitis di Asia Tenggara. Untuk mendukung upaya itu, WHO mengumpulkan 11 pakar kesehatan untuk menyelesaikan 6 pilar strategi yang mencakup kebijakan, perencanaan dan mobilisasi sumber daya, surveilans, pencegahan dan pengendalian, perawatan medis, serta perawatan dan penelitian.
Sumber : Kompas (25/07/12)
SHARE: | ||||
Previous Next |