Jamu BKO Bisa Menyebabkan KO
PRODUK jamu berbahan kimia obat (BKO) kembali ditemukan. Ratusan dus jamu bernilai miliaran rupiah disita polisi dari sebuah rumah di Kota Bandung. Di wilayah Kota Bandung, menurut Kasat Narkoba Polwiltabes Bandung Ajun Komisaris Besar Sukirman, itu bukan kali pertama.
Ahli farmasi Dr. Badruzzaman, DEA. mengatakan, belakangan ini, pamor jamu menurun akibat ulah sebagian orang. Mereka ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, dengan mengabaikan efek sampingnya yang dapat merenggut nyawa.
"Sebenarnya, produk jamu itu sendiri bagus untuk kesehatan. Namun, campuran bahan kimia ke dalam jamu itu yang menjadi masalah dan tidak boleh dilakukan," ujar mantan dosen farmasi ITB itu, Sabtu (14/2).
Ia menjelaskan, berdasarkan bahan pembuatnya, terdapat dua jenis obat: obat berbahan sintetis (kimia) dan obat berbahan alam (tumbuh-tumbuhan). Tapi, kedua jenis obat ini tak boleh dicampurkan. Terlebih, pencampurannya tanpa takaran yang benar. Dalam membuat jamu BKO, biasanya, pembuat jamu ilegal tak melakukan penelitian terlebih dulu.
"Pencampuran jamu dengan bahan kimia ini, biasanya untuk menimbulkan efek cespleng bagi konsumennya," ujar Badruzzaman.
Menurut dia, pencampuran jamu dengan bahan obat kimia sangat berbahaya, apabila dikonsumsi terus-menerus. Organ tubuh, seperti ginjal akan rusak, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan kematian.
MENGAPA keadaan ini dapat terjadi?
Dijelaskan Badruzzaman, tubuh manusia ini memiliki nilai ambang rasa sakit (NARS). Dia menjelaskan secara sederhana, jika orang dipukul dengan kekuatan tertentu akan merasa sakit. Namun, ketika mengalami sakit, keadaan NARS-nya mengalami penurunan atau lemah.
"Sebagai contoh, orang yang mengalami sakit asam urat, jangankan dipukul, kena gesekan kain celana saja sudah terasa sakit. Nah, untuk meredakan rasa sakit ini, ada bahan kimia yang dapat menghilangkannya," tuturnya.
Selanjutnya dia menjelaskan, bahan kimia yang dapat meningkatkan NARS paling tinggi, yaitu morfin/heroin. "Namun, bahan kimia ini memiliki efek samping, yaitu halusinasi dan/atau ketagihan," ujarnya.
Selain itu, bahan kimia yang dapat meningkatkan NARS adalah Diazepam (obat tidur), Asam Mefenamat, Paracetamol, Natrium Diklofenat, Aspirin/Acetosal, dan Antalgin.
"Bahan kimia Natrium Diklofenat , Aspirin, /Acetosal, Antalgin adalah bahan kimia yang larut dalam air. Sementara bahan kimia lainnya seperti morphin/ heroin, dapat mengendap apabila dikonsumsi tanpa takaran atau dosis tak jelas," katanya.
Celakanya, kata dia, para pembuat jamu BKO, biasanya, mencampurkan bahan-bahan kimia itu secara serampangan. "Ketika mengonsumsi jamu yang dicampur bahan kimia tersebut, seolah-olah penyakit asam urat tersebut terasa sembuh. Padahal, sebenarnya, NARS-nya menjadi naik," ucapnya.
Tindakan "penyembuhan" seperti ini, kata dia, sering dilakukan oleh kita sehari-hari. Sebagai contoh, orang sakit gigi yang malas ke dokter gigi, kemudian mencari obat yang dianggapnya sebagai obat sakit gigi, yakni Asam Mefenamat.
Padahal, obat itu tak hanya untuk meredakan sakit gigi, tapi juga meredakan nyeri yang ditimbulkan sakit lainnya. Ketidaktahuan masyarakat tentang obat berbahan kimia ini dimanfaatkan sebagai peluang untuk meraup untung dengan membuat jamu BKO .
Jamu perkasa
Jamu ilegal yang sering disita polisi, di antaranya jamu untuk menambah vitalitas kaum laki-laki. Menurut Badruzzaman, masalah "obat" penambah kekuatan ini, ada yang dari bahan alami, namun ada pula dari bahan alami yang ditambahkan dengan bahan kimia juga.
Biasanya, yang ditambahkan ke dalam "jamu perkasa" adalah hormon atau testosteron. Padahal, hormon atau testosteron ini harus melalui resep dokter.
Rupanya, masyarakat tak mengetahui masalah ini. Akibatnya, mereka kerap menjadi korban para pelaku yang membuat jamu perkasa dengan campuran bahan kimia yang berbahaya.
Contoh paling sederhana, dalam konteks ini, kerap terjadi di tanah suci. Nama "habathusauda", mungkin sudah dikenal sebagai jamu perkasa untuk bangsa Arab.
"Padahal, hubathusauda sama saja dengan tanaman jinten hitam atau putih yang ada di sekeliling kita. Lagi pula, tanaman itu mana bisa tumbuh di padang pasir," ujar Badruzzaman.
Jamu sebagai obat
Negeri Indonesia sebagai surganya rempah-rempah, memang menghasilkan produk khas dalam kesehatan, yaitu jamu. Bahkan, penjajahan negeri kita oleh bangsa Belanda, awalnya, dari pencarian rempah-rempah untuk dijadikan penyedap masakan.
Tanaman yang paling sering digunakan untuk jamu adalah kunyit, rimpang, kencur, dan temulawak. Namun, sebenarnya, pemakaian tumbuhan alami untuk pengobatan ini pun memiliki aturan.
Menurut Badruzzaman, sebenarnya, pemerintah melalui Dinas Kesehatan telah mencetak buku panduan untuk mengolah rempah-rempah atau tanaman alami untuk dijadikan obat. Buku dengan judul Materia Media Indonesia ada empat jilid, yang dicetak dari tahun 1987 sampai 1980.
Di dalam buku itu, selain dijelaskan nama-nama tumbuhan dari alam yang berkhasiat sebagai obat dalam bahasa latin dan daerah di Indonesia, seperti dalam bahasa Jawa, Sunda, Aceh, Madura, dan sebagainya. Selain contoh tanaman, buku dilengkapi dengan tata cara pengolahannya.
Sebagai contoh, tumbuhan meniran (Jawa) atau memeniran (Sunda), dalam bahasa Latinnya disebut Phyllanthus niruri, merupakan bahan alami yang banyak tumbuh di Nusantara.
Sementara pembuatannya, lanjutnya, harus melalui proses yang sedemikian rupa sehingga menjadi ekstrak. Jadi, tidak hanya ditumbuk begitu saja. Jika sudah menjadi ekstrak dapat menjadi obat atau yang disebut Fito Farmaka.
"Tapi, agar lebih aman, kita bisa membeli bahan ramuannya, kemudian digodog sendiri," kata Badruzzaman.
Untuk menggodog bahan alami ini, harus dilakukan dalam wadah tanah liat yang disebut pendil. "Jika dilakukan penggodogan di wadah berbahan metal (almunium, kuningan, red) akan menghilangkan khasiat bahan alami itu," ungkapnya.
Sumber : Media Pikiran Rakyat
SHARE: | ||||
Previous Next |