Risiko stroke tak melulu disebabkan oleh gaya hidup seperti merokok maupun gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Studi terbaru mengungkapkan risiko stroke sudah terlihat jelas pada orang-orang yang mengalami gangguan kecemasan (anxiety).
Peneliti menemukan partisipan yang paling sering mengalami gangguan kecemasan berisiko 33 persen lebih tinggi untuk terkena stroke, daripada mereka yang gangguan kecemasannya jarang kambuh. Bahkan peneliti dapat menyimpulkan makin besar gangguan kecemasannya, makin besar juga risiko seseorang untuk terkena stroke.
Studi ini dipimpin oleh Maya Lambiase, peneliti pola perilaku yang berkaitan dengan kardiovaskular, departemen psikiatri University of Pittsburgh School of Medicine, AS. Timnya menggunakan data dari 6.000-an partisipan berusia antara 25-74 tahun dalam sebuah studi yang telah berlangsung sejak tahun 1970-an.
Setiap partisipan diwawancarai dan menjalani tes medis, termasuk menyelesaikan kuesioner untuk mengetahui kadar kecemasan dan depresinya. Dan setelah mengamati rekam medis partisipan selama 22 tahun, ditemukan bahwa sedikit saja penambahan kadar gangguan kecemasan pada partisipan berujung pada peningkatan risikonya untuk terkena stroke.
"Semua orang bisa saja terkena gangguan kecemasan, entah sekarang atau nanti. Tapi jika kadarnya meningkat, dan/atau menjadi kronis maka beberapa tahun kemudian ini akan berdampak terhadap vaskulatur atau sistem pembuluh darah," simpul Lambiase seperti dikutip Web MD, Senin (23/12/2013).
Sayang peneliti tak dapat menjelaskan apakah gangguan kecemasan itu sendiri yang meningkatkan risiko stroke pada partisipan, atau peningkatan risiko stroke diakibatkan oleh perilaku si penderita gangguan kecemasan.
Misalnya orang-orang yang kadar gangguan kecemasannya tinggi biasanya lebih cenderung merokok dan malas berolahraga, sehingga mungkin inilah yang memicu risiko stroke.
"Yang jelas makin tinggi kadar hormon stres, detak jantung, atau tekanan darahnya, maka ini bisa jadi faktor risiko stroke," tegas Lambiase.
Namun Dr. Scott Krakower dari Zucker Hillside Hospital, Glen Oaks, N.Y. menanggapi studi ini dengan mengatakan, "Memang banyak studi yang telah mengaitkan antara stroke dengan depresi, tapi efek gangguan kecemasan terhadap stroke sendiri belum pernah dipelajari secara mendalam. Tapi karena gangguan mental ini sangat sering ditemukan, tampaknya ini perlu dijadikan perhatian."
"Perlu diingat mengobati gangguan kecemasan mungkin takkan mengurangi risiko stroke yang dimiliki seseorang, tapi setidaknya ini akan meningkatkan kualitas hidupnya, termasuk kondisi kesehatannya," tambahnya.
Sumber : Detik (23/12/13)
SHARE: |
![]() |
|||
Previous Next |